AJI Palu Geram, Pemanggilan Jurnalis Dinilai Langgar Kebebasan Pers

LOCUSNEWS, PALU – Kasus pemanggilan seorang wartawati media daring di Banggai, Sulawesi Tengah (Sulteng), oleh aparat kepolisian kembali memantik diskusi publik soal perlindungan kerja jurnalistik dan lemahnya pemahaman terhadap Undang-Undang Pers.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Palu mengaku geram atas pemanggilan Emiliana, jurnalis Metroluwuk.net, sebagai saksi dalam kasus dugaan pencemaran nama baik. AJI menilai kasus ini mencerminkan perlunya peningkatan literasi hukum pers di kalangan aparat penegak hukum dan masyarakat.

“Kami menilai persoalan seperti ini terus berulang karena rendahnya pemahaman terhadap mekanisme penyelesaian sengketa pers,” ujar Koordinator Bidang Advokasi AJI Palu, Nurdiansyah, Minggu (13/7/2025).

“Banyak yang belum memahami bahwa sengketa pemberitaan seharusnya diselesaikan melalui Dewan Pers, bukan melalui jalur pidana,” sabung pria yang akrab disapa Nanang ini.

Pemanggilan Emiliana bermula dari laporan warga yang ia terima pada awal Juni 2024, terkait kelangkaan solar bersubsidi di Kecamatan Masama, Kabupaten Banggai. Emiliana kemudian menindaklanjuti laporan tersebut dan menerbitkan berita berdasarkan hasil peliputan lapangan.

Namun, berita tersebut belakangan diperkarakan dan menjadi bahan dalam laporan dugaan pencemaran nama baik. AJI menegaskan bahwa keterlibatan jurnalis dalam proses hukum seperti ini, apalagi dipanggil sebagai saksi untuk memvalidasi isi berita, merupakan bentuk potensi pelanggaran terhadap kebebasan pers.

“Jurnalis tidak bisa dipaksa mengungkap narasumber atau memberikan kesaksian soal isi berita yang diterbitkan. Ini bukan hanya soal kebebasan pers, tapi juga perlindungan terhadap hak-hak narasumber dan prinsip kerja jurnalistik,” tegas Nanang.

AJI Palu menggarisbawahi bahwa penyelesaian sengketa jurnalistik telah diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 18 ayat (1) secara jelas menyebutkan adanya sanksi bagi pihak yang menghalangi kerja jurnalistik.

Atas kasus ini, AJI Palu menyerukan:

1. Perlunya edukasi hukum kepada aparat penegak hukum terkait UU Pers dan mekanisme sengketa pers.

2. Dorongan bagi pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan untuk menggunakan hak jawab atau pengaduan ke Dewan Pers.

3. Komitmen semua pihak untuk menjaga iklim demokrasi dan kebebasan informasi dengan tidak menggunakan jalur hukum pidana terhadap karya jurnalistik.

4. Dorongan kepada jurnalis untuk terus mematuhi Kode Etik Jurnalistik dalam menjalankan tugas-tugas peliputan.

“Kebebasan pers bukan hanya urusan wartawan. Ini bagian dari hak publik untuk mendapatkan informasi yang jujur dan berimbang. Jika kerja jurnalistik terus dihadapkan dengan ancaman hukum, maka demokrasi yang menjadi taruhannya,” tutupnya.

Bagikan Berita :
Exit mobile version