LOCUSNEWS, PARIMO – Langkah berani dilakukan dua warga Kabupaten Parigi Moutong (PARIMO), yang menggugat Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng) melalui mekanisme Citizen Lawsuit atau gugatan warga negara.
Gugatan ini diajukan pada Kamis (11/7/2025) di Pengadilan Negeri Parigi, sebagai bentuk protes atas dugaan pembiaran terhadap aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) yang merusak lingkungan hidup.
Kedua warga tersebut, Gugun (26) dan Hartono (36), menggandeng tim kuasa hukum dari Kantor Rumah Hukum Tadulako. Dalam dokumen gugatan sepanjang 13 halaman, mereka menuding Gubernur lalai menjalankan tanggung jawab konstitusionalnya dalam melindungi lingkungan dan hak hidup warga.
“Kami tidak punya kekuasaan, tapi kami punya hak untuk hidup dalam lingkungan yang sehat. Ini adalah upaya kami untuk mempertahankan itu,” ujar Gugun usai mendaftarkan gugatan.
Melalui tim kuasa hukumnya, Moh. Rivaldy Prasetyo, S.H., M.H. dan Ni Kadek Sri Wahyuni, S.H., M.H., para penggugat mengurai berbagai dampak buruk dari tambang ilegal, mulai dari pencemaran air dan kerusakan ekosistem hingga ancaman langsung terhadap kesehatan dan keselamatan warga sekitar.
Mereka juga menyoroti lemahnya pengawasan pemerintah terhadap perizinan tambang, terutama Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yang dinilai dikeluarkan tanpa kajian lingkungan yang matang dan tanpa mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) maupun perlindungan terhadap Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).
Dalam tuntutannya, mereka meminta pengadilan memerintahkan Gubernur Sulteng untuk:
1. Menghentikan seluruh aktivitas tambang emas ilegal di Parimo.
2. Mengevaluasi seluruh IPR yang terlanjur diterbitkan.
3. Melakukan pemulihan lingkungan di wilayah yang terdampak.
4. Membayar ganti rugi imateriel sebesar Rp 1 miliar kepada masyarakat.
5. Memberikan kompensasi tambahan Rp 100 juta kepada penggugat sebagai wakil publik.
Gugatan ini merupakan bentuk partisipasi warga dalam menjaga lingkungan dan menuntut pertanggungjawaban pejabat publik. Langkah ini juga mencerminkan tumbuhnya kesadaran hukum masyarakat dalam mengontrol kebijakan pemerintah yang berdampak langsung terhadap kehidupan mereka.
“Gugatan ini bukan soal uang, tapi soal keadilan dan masa depan lingkungan kita. Kami ingin negara hadir melindungi rakyatnya,” tegas Hartono.
Kasus ini membuka ruang diskusi publik tentang pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam tata kelola sumber daya alam di daerah. Keputusan pengadilan nantinya akan menjadi barometer penting bagi perlindungan lingkungan hidup di Sulteng dan Indonesia secara umum.