LOCUSNEWS, PARIMO – Sentra penghasil beras terbesar di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, mulai mengalami ancaman serius akibat maraknya aktivitas pertambangan emas tanpa izin (Peti).
Dari 11 kecamatan yang selama ini menjadi sentra beras di kabupaten tersebut, 5 diantaranya kini terdapat aktivitas Peti. Ke lima kecamatan dimaksud, Sausu, Tinombo Selatan, Ongka Malino, Bolano Lambunu dan Taopa.
Begitupun Desa Buranga, Kecmatan Ampibabo yang menjadi wilayah pertambangan rakyat (WPR) adalah salah satu penghasil pangan terbesar.
Dampak Peti begitu dirasakan Petani mulai dari kualitas air bercampur lumpur yang menyebabkan gagal panen, hingga ancaman merkuri atau raksa dalam jumlah tertentu dan jangka panjang bisa merusak organ tubuh manusia.
Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura (TPH) Provinsi Sulawesi Tengah, Nelson Meutubun, mengaku turut merasakan ancaman Peti terhadap produktivitas perswahan di Kabupaten Parigi Moutong.
“Sangat mengkhawatirkan melihat aktvitas Peti yang justru menyerang titik-titik yang selama ini menjadi sentra beras,” kata Nelson, di Palu, Minggu (18/5/2025).
Mantan Kadis TPHP Kabupaten Parigi Moutong ini, menegaskan, Kabupaten Parigi Moutong pernah masuk dalam 10 besar kabupaten terbaik sektor pertanian di Indonesia.
Bahkan, lanjut dia, sempat memperoleh penghargaan nasional 3 kali berturut-turut sebagai daerah produktivitas tertinggi diatas rata-rata nasional.
“Prestasi-prestasi ini mustahil bisa kembali diraih jika wilayah menjadi tulang punggung pangan dibiarkan menjadi tempat beroperasinya Peti,” terang Nelson.
“Apalagi aktivitas Peti ini menggunakan alat berat, mesin dompeng dan bahan merkuri. Bahan merkuri akan mencemari air,” ketus Nelson menambahkan.
Nelson mengemukakan, semangat pembentukan peraturan daerah (Perda) lahan pertanian pangan berkelanjutan atau LP2B bertujuan untuk mempertahankan Parigi Moutong menjadi penghasil beras di Sulawesi Tengah.
Sehingga, menurut Nelson, Perda LP2B harus menjadi acuan para pemangku kepentingan dalam mempertahankan wilayah Parigi Moutong sebagai daerah penghasil beras terbesar di Sulawesi tengah.
“Perda LP2B ini harus menjadi acuan bagi stakeholder yang menginginkan Parigi Moutong kembali ke fitrahnya sebagai penopang pangan Sulawesi Tengah dan juga nasional,” ungkapnya.
“Jangan sampai di lahan-lahan pertanian terdapat aktivitas pertambangan. Sebab, sudah pasti akan merusak kualitas air dan tanah,” pungkasnya.
Diketahui aktivitas Peti dibeberapa kecamatan di Kabupaten semakin marak. Anehnya aktivitas haram ini terkesan dibiarkan, sebab walaupun berkali-kali ditolak baik oleh anggota DPRD, kelompok pemuda dan ramai diberitakan media tak ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum (APH).
Padahal, dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dijelaskan bahwa setiap orang yang melakukan kegiatan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.