LOCUSNEWS, PARIMO – Akitivitas tambang emas ilegal di Desa Tirta Nagaya, Kecamatan Bolano Lambunu, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, ancam keberlangsungan ribuan hektare sawah.
Pasalnya, Bendungan Lambunu yang menjadi sumber air utama juga telah tercemar akibat aktivitas tambang di hulu menggunakan alat berat jenis excavator.
Kepala UPT Penyuluh Pertanian setempat, Sopingi, menjelaskan berdasarkan data UPT, 1.684 hektare lahan sawah yang terdampak pertambangan emas Tirta Nagaya
Masing-masing Kecamatan Bolano Lambunu mencapai 984 hektare. Sementara di Bolano lebih dari 700 hektare.
“Di atas bendungan itu ada banyak excavator. Kami tidak tahu siapa yang membawa masuk dan dari mana asalnya,” terang Sopingi saat dihubungi awak media, Sabtu, (21/6/2025).
Sopingi mengaku bingung merespons berbagai keluhan petani akibat rusaknya irigasi dan menurunnya produktivitas tanaman yang diduga akibat tambang emas ilegal.
Ia sebut terdapat sekitar 50 kelompok petani pemakai air yang tersebar di lima desa, yakni Kotanaga, Petanasugi, Margapura, Anutapura, dan Siendeng.
“Meski saya belum lihat langsung ke lokasi tambang di atas, tapi air irigasi berubah warna jadi merah. Itu berdampak ke tanaman padi. Banyak yang kerdil dan susah tumbuh, itu yang sering dikeluhkan petani,” kata Sopingi.
Ia menjelaskan, upaya mediasi sudah dilakukan, mulai dari tingkat kecamatan hingga Polsek Lambunu. Namun, pelaku tambang tak pernah hadir dalam forum-forum penyelesaian.
“Para penambang tidak pernah datang saat diminta klarifikasi. Jadi ya, kami mentok di situ-situ saja,” ucapnya.
Sopingi berharap, pemerintah daerah, aparat penegak hukum, serta instansi terkait segera melakukan langkah tegas terhadap pelaku tambang emas ilegal.
Sebab anggota DPRD Parigi Moutong yang mewakili daerah tersebut, seperti tidak peduli meski persoalan tambang ilegal kerap disuarakan pada masa reses.
“Kepala Dinas TPHP Parigi Moutong juga pernah turun langsung ke sawah warga. Tapi sampai sekarang belum ada solusi. Kami bingung harus ke mana lagi,” ujarnya.
Bahkan, menurut Sopingi, Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) sebagai kelompok yang paling terdampak juha telah menyampaikan laporan ke Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Kementerian Pertanian. Namun, belum juga ada hasil konkret.
“Pertanian adalah sektor paling terdampak. Harus ada langkah tegas untuk menghentikan tambang ilegal ini,” tutupnya.