LOCUSNEWS, JAKARTA – Ketua DPR RI Puan Maharani menyikapi terkait maraknya kasus gagal ginjal akut yang mendera lebih dari 200 anak Indonesia. Hal itu diduga akibat obat sirup yang mengandung bahan kimia adalah Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) yang mendera lebih dari 200 anak Indonesia.
Karenanya, Puan meminta pemerintah melakukan evaluasi secara menyeluruh terkait lemahnya deteksi dini terhadap gangguan ginjal akut pada anak tersebut.
“Dengan adanya kasus gagal ginjal akut pada anak, Indonesia harus melakukan transformasi sektor Kesehatan. Adanya kasus-kasus yang ditemukan di negara lain semestinya menjadi pemicu untuk dilakukannya deteksi dini di Indonesia. Bukan justru menunggu jatuhnya korban jiwa, baru bergerak melakukan penelitian,” kata Puan dikutip dari laman dpr.go.id, Jumat.
Ia juga mendorong pemerintah daerah untuk bergerak cepat melakukan deteksi dini dan siaga dalam melayani pasien anak dengan gagal ginjal akut. Apalagi, sejumlah daerah belum memiliki layanan cuci darah untuk anak atau hemodialisa yang terbatas.
Selain itu, Politisi PDI-Perjuangan itu menghimbau seluruh pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, agar melengkapi seluruh layanan kesehatan dengan fasilitas dan alat kesehatan yang memadai untuk penanganan kasus gagal ginjal akut anak.
“Buktikan bahwa pemerintah pusat dan daerah betul-betul peduli pada persoalan kesehatan masyarakat dan kualitas hidup rakyat,” tutup legislator dapil Jawa Tengah V itu.
Diketahui pemerintah sebelumnya sudah menginstruksikan pelarangan sementara penjualan dan penggunaan obat anak dalam bentuk cair yakni Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) yang merupakan bahan kimia pelarut. Bahan ini digunakan sebagai pengganti propilen glikol yang digunakan pabrik farmasi sebagai pelarut dalam obat-obatan umum seperti paracetamol.
Dari pengumuman yang disampaikan BPOM, ada 5 obat sirup anak yang tercemar etilen glikol (EG) sehingga harus ditarik peredarannya karena kandungan EG-nya melebihi ambang batas aman. Puan pun meminta pengawasan terhadap produksi obat semakin diperketat.
“Apabila ada kelalaian dari pihak produsen obat, harus diusut tuntas sesuai dengan aturan yang berlaku,” tekannya.