LOCUSNEWS, JAKARTA – Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Safrizal ZA mengungkapkan penyebab sengketa pertanahan di Indobesia. Berdasarkan hasil analisa, kata Safrizal, paling tidak ada tiga penyebab.
Hal ini ia sampaikan pada Rapat Koordinasi (Rakor) Penyusunan Dan Pelaksanaan Kesepahaman Kemendagri dan Pemerintah Daerah Dalam Penanganan Masalah dan Konflik Pertanahan Di Daerah, di El Hotel, Jakarta, Senin (2/10).
Menurut Safrizal, pertama, Sumber Daya Manusia (SDM) atau aparatur Pemerintah Daerah (Pemda) yang masih terbatas dari segi kapasitas jumlah maupun kompetensinya.
“Ini disebabkan hampir sebagian Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang menangani bidang pertanahan di daerah relatif baru terbentuk,” ungkap Safrizal.
Kedua, sambung Safrizal, urusan pertanahan merupakan urusan wajib non-pelayanan dasar. Hal tersebut menjadi dasar bagi pemda untuk menggabungkan beberapa urusan ke dalam satu OPD, termasuk bidang pertanahan.
“Implikasinya berdampak pada rendahnya alokasi anggaran dalam penyelenggaraan bidang pertanahan di daerah. Alokasi anggaran OPD bidang pertanahan di kabupaten/kota di Indonesia berada pada kisaran 0,07 persen-1,7 persen dari total belanja APBD di tiap jabupaten/kota,” imbuhnya.
Ketiga, lanjut Safrizal, penyebab lainnya yaitu tata kelola administrasi pertanahan yang kurang baik menyebabkan permasalahan aset Pemda menjadi rumit untuk ditangani dan diselesaikan. Hal ini berdampak pada kurang optimalnya pendapatan daerah.
Ia Menjelaskan, berkaitan dengan permasalahan-permasalahan tersebut, Kemendagri melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Adwil menilai perlu adanya upaya-upaya peningkatan 0eran dan kapasitas pemda dalam penyelesaian sengketa dan konflik 0ertanahan di daerah.
“Hal tersebut ditindaklanjuti dengan terbentuknya kesepahaman antara Kemendagri dengan Pemda. Disebutkan dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia dan luas tanah yang secara signifikan tidak bertambah menjadikan kebutuhan masyarakat terhadap tanah terus meningkat, terutama sebagai sumber perekonomian dan berdampak pada kelangkaan tanah bagi kebutuhan masyarakat yang tidak terbatas (Scarcity),” katanya.
Menurut Safrizal, adanya ketimpangan status kepemilikan, penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah menyebabkan kecenderungan meningkatnya konflik pertanahan di Indonesia.