LOCUSNEWS, PARIMO – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Rumah Hukum Tadulako, Parigi Moutong (Parimo) bakal menyurati secara resmi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Sulawesi Tengah (Sulteng).
Langkah ini diambil setelah DPRD Parimo tidak merespon permintaan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK terkait Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2024.
“Hari ini (Senin) kami melayangkan secara resmi surat permintaan dokumen LHP BPK atas LKPD. tahun 2024. Surat ini kami kirim via kantor Pos dan diantarkan langsung,” terang Hartono di Parigi, Senin (21/7/2025).
Hartono yang juga pendiri LBH Rumah Hukum Tadulako menuding DPRD Parimo sengaja menutup-nutupi Laporan Hasil LHP BPK) RI terkait LKPD tahun 2024. Ia menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk pengkhianatan terhadap prinsip transparansi dan pengawasan publik.
“Ini bukan kelalaian biasa. Ini indikasi kuat adanya skenario sistematis untuk membungkam informasi yang seharusnya diketahui rakyat,” tegas Hartono.
Menurut Hartono, pihaknya menerima sejumlah laporan bahwa dokumen LHP BPK tidak disebarluaskan secara merata di kalangan anggota DPRD sendiri. Bahkan beberapa legislator mengaku tak mengetahui keberadaan dokumen itu hingga media mengangkat isu ini.
Sebab itu, LBH Rumah Hukum Tadulako menilai tindakan pimpinan DPRD yang diduga menahan LHP bukan hanya bentuk penyalahgunaan wewenang, tapi juga upaya sistematis menghalangi akses masyarakat terhadap informasi publik.
Padahal, dokumen hasil audit BPK adalah dokumen terbuka yang wajib disebarluaskan sesuai amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
“Jika LHP BPK menyimpan temuan serius seperti potensi kerugian negara, maka menahannya dari publik adalah tindakan yang berpotensi melindungi pelaku penyimpangan,” tambah Hartono.
LBH Akan Laporkan Dugaan Kerugian Negara Hasil Audit BPK ke Kejati Sulteng
LBH Rumah Hukum Tadulako berjanji secara resmi akan melaporkan dugaan kerugian keuangan negara yang tercantum dalam LHP BPK atas LKPD tahun 2024.
“Setelah menerima dokumen LHP BPK, akan dilakukan telaah. Jika menemukan dugaan penyimpangan keuangan negara kami (LBH) akan melaporkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulteng,” tegasnya.
Hartono mengaku mendengar informasi hasil audit BPK atas LKPD tahun 2024 berisikan dugaan penyimpangan anggaran oleh sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Parimo.
Total kerugian negara ditengarai mencapai miliar rupiah meliputi belanja fiktif, mark-up pengadaan, serta ketidaksesuaian pertanggungjawaban anggaran. Bahkan, diduga sebagian bersumber dari dana pokok-pokok pikiran (Pokir) DPRD setempat.
“Jika Ini benar, bukan temuan ringan. Ini korupsi struktural yang terorganisir. Kami menduga temuan kerugian negara dengan angka fantastik inilah yang melatar belakangi ditutup-tutupinya dokemen LHP BPK sesama anggota DPRD,” ungkap Hartono.
Ketua DPRD Benarkan Dokumen LHP BPK Belum Dibagikan Secara Merata
Sebelumnya, Seni (15/7/3025), Ketua DPRD Parimo, Alfres Tonggiroh, membenarkan bahwa dokumen LHP BPK saat ini baru diserahkan kepada Panitia Khusus (Pansus) untuk keperluan pembahasan lebih lanjut.
“Mungkin belum dibagikan oleh pihak sekretariat ke semua anggota DPRD. Saat ini memang baru diserahkan ke Pansus karena dokumen itu untuk kebutuhan pembahasan terlebih dahulu,” jelas Alfres.
Ia menyampaikan bahwa setelah menerima dokumen tersebut dari BPK, pihaknya langsung menyerahkannya ke sekretariat DPRD. Alfres menegaskan, tidak ada niat menyembunyikan dokumen LHP BPK dari anggota lainnya.
“Tidak ada yang ditutup-tutupi di internal DPRD. Dokumen memang masih dipegang Pansus karena mereka yang mendalami isinya,” tegasnya.
Terkait isu yang menyebut belum dibagikannya dokumen tersebut karena berisi temuan-temuan terhadap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang berkaitan dengan dana pokok-pokok pikiran (Pokir) DPRD, Alfres membantah keras.
“Tidak seperti itu. Saat ini masih dalam proses pembahasan di Pansus LHP BPK, dan hasilnya nanti pasti akan disampaikan,” pungkasnya.
Diketahui, sejumlah anggota DPRD Parimo, mengaku belum menerima salinan dokumen LHP dari BPK.
Hal ini menimbulkan dugaan adanya praktik “kucing-kucingan” atau upaya menyembunyikan informasi di antara sesama anggota DPRD.
Informasi tersebut terungkap setelah media ini menghimpun keterangan dari beberapa anggota DPRD di luar Panitia Khusus (Pansus) LHP BPK. Mereka mengaku belum pernah melihat maupun menerima dokumen yang dimaksud.
“Tidak ada, saya belum melihat salinan atau kopian dari dokumen LHP BPK itu,” ujar salah satu anggota DPRD yang enggan disebutkan namanya.
Ia menyebut, bukan hanya dirinya, sejumlah rekan sesama legislator juga tidak mendapatkan dokumen tersebut. Ia pun mengaku tidak mengetahui alasan mengapa dokumen penting itu tidak dibagikan secara merata.
“Tidak tahu juga, Pak. Mungkin hanya Pansus saja yang menerima,” tambahnya.
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh anggota DPRD lainnya. Ia membenarkan bahwa hingga kini belum memperoleh dokumen tersebut, meski diketahui bahwa pimpinan DPRD telah menerimanya dan proses pembahasan di Pansus sudah berjalan.
“Kita belum mendapatkan salinannya. Sepertinya hanya diberikan ke pimpinan dan Pansus LHP BPK,” ujarnya secara tertutup.