Kisruh Proyek ‘Buangan’ 1,2 M di Parimo: Paket Dipecah, hingga Jalur Manual di Sirup

Potret pekerjaan proyek landscape pada Rabu 10 Desember 2025 baru berkutat seputar pembersihan lokasi. (Foto : LN/Bambang)

LOCUSNEWS, PARIMO — Tiga paket tambahan dalam pembangunan Gedung Layanan Perpustakaan di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), pagar, parkir, dan landscap disorot publik setelah tak muncul di Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP/ULP).

Kadis Perpustakaan Parimo yang juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Sakti Lasimpala, akhirnya angkat bicara dan membeberkan kronologi panjang soal tiga pekerjaan yang tak tayang di sistem tersebut. Ia tegaskan semua bermula dari paket gedung bernilai awal Rp10 miliar.

Sakti memastikan angka Rp10 miliar memang tercantum di RUP sebagai pagu pembangunan gedung. Namun nilai itu berubah setelah penawaran pihak ketiga masuk.

“Gedung itu 10 miliar, tapi setelah ditawar jadi sekitar 8 sekian (Rp 8,7 M). Nah, sisanya harus direncanakan lagi. Tidak bisa dibiarkan begitu saja,” ujar Sakti saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (10/12/2025).

Ia menjelaskan bahwa saat dirinya pulang dari ibadah haji pada Juli, ia mendapatkan informasi dari rekan-rekannya sesama penerima bantuan DAK di Indonesia terkait batas waktu pemanfaatan sisa dana.

“Teman-teman bilang, ‘gerecep dong.’ Ada cuma 25 juta, ada 100 juta buangannya. Naj, saya 1,2 M. Mereka kirim saya PMK terbaru,” katanya.

Menurutnya, PMK terbaru dari Menteri Keuangan mengatur bahwa pemanfaatan sisa dana DAK dibatasi sampai 29 Agustus pukul 5 sore. Awalnya, batas waktu berada di bulan Juli, namun kemudian berubah menjadi akhir Agustus.

“Kalau tidak salah tanggal 15 Juli, itu berubah menjadi 29 Agustus jam 5 sore. Itu batas waktu yang disaratkan,” jelasnya.

Untuk mengejar waktu, ia berangkat ke Jakarta melakukan negosiasi. Ia mengaku sempat mengusulkan pembangunan velodrome atau arena menonton terbuka, namun opsi itu berpotensi masuk kategori tender dan memerlukan perencanaan yang tidak bisa dibiayai menggunakan DAK.

“DAK sama sekali tidak boleh digunakan selain fisiknya. Operasional dan perencanaan tidak boleh. Maka kami harus balik cari uang lagi, sementara tidak ada uang, harus menunggu ABT,” ujarnya.

Ia kemudian mengajukan tiga paket: pagar, parkir, dan landscape. Ketiganya disetujui setelah memberikan argumentasi kebutuhan.

“Gedung itu diapit dua jalur, belakang juga ada jalan. Ada risiko keamanan. Parkir penting karena ada layanan anak. Landscape itu saran mereka agar bangunannya seimbang jangan gedungnya cantik, halamannya amburadul,” jelasnya.

Masalah Muncul di SiRUP: Hanya Menarik Nilai DPA Rp10 M

Sakti kemudian menjelaskan alasan tiga paket tersebut tidak muncul di SiRUP. Menurutnya, aplikasi SiRUP menarik langsung data dari DPA, sementara di DPA hanya tercantum satu paket pembangunan gedung senilai Rp10 miliar.

“Di DPA saya tidak ada itu. Yang ada hanya bangunan gedung 10 miliar. Sehingga kalau ditarikan di SiRUP memang tidak ada rincian kegiatannya.” urainya.

Ia mengaku sudah mengonfirmasi ke keuangan dan pengelola DAK.

“Mereka bilang, tidak bisa Pak. Kalau Bapak mau, harus merubah ini. Karena pembayaran tidak mau diakui kalau tidak dipisah.” sebut Sakti.

Lanjut dia, nilai gedung yang turun menjadi sekitar Rp8,7 miliar membuat sisa anggaran Rp1,2 miliar harus direncanakan dengan jelas.

“Maka dirubahlah paket dari satu menjadi empat: gedung, pagar, parkir, landscape,” katanya. Perubahan itu, menurutnya, sudah diproses di keuangan dan KPKN.

Pilih Jalur Manual di SiRUP

Ia menambahkan terkait paket tersebut tetap tidak tayang di SiRUP karena perubahan pada paket pertama tidak dapat dilakukan lagi.

“Kalau kita memilih SiRUP otomatis, itu merubah lagi paket Rp10 miliar yang sudah terbayar 30 persen. Tidak bisa diubah.” ungkap Sakti.

Karena itu, PPK dan pejabat pengadaan memilih fitur pencatatan manual.

“Di aplikasi masih terbuka jalur manual. Pelaporannya nanti akhir, karena harus menyertakan nomor berita acara penyerahan hasil pekerjaan.” ujarnya.

Menurutnya, pelaporan manual mensyaratkan unggahan dokumen serah terima, sehingga hanya bisa dilakukan setelah pekerjaan selesai.

Ia menegaskan kembali bahwa perubahan nilai sudah dilaporkan ke keuangan dan KPKN.

“KPKN tidak mau memproses kalau tidak dirubah. Karena nilainya sudah berubah dari 10 miliar menjadi 8,7. Sisanya yang mana? Makanya harus dipecah.” tekannya.

Meski demikian, ia mengakui DPA sementara masih mencantumkan angka lama.

“DPA sementara masih 10 miliar. Karena tarikannya belum bisa dirubah. Saya sudah tanya ke keuangan,” kata Sakti.

Kadis Sebut Pelaksana Proyek Hanya Pinjam Perusahaan

Sakti Lasimpala menyebutkan Pelaksana proyek hanya pinjam perusahaan. Paling mengejutkan, ia mengaku tak mengenal kontraktor pelaksana tiga paket tambahan tersebut.

“Saya tidak kenal juga siapa yang kerja ini. Saya dengar informasi terakhir, mereka pinjam perusahaan,” ujarnya.

Sakti bahkan juga terlihat tidak begitu memahami mekanisme Penunjukan Langsung (PL) dalam pengadaan tiga paket itu. Ia berdalih proses tersebut ditangani pejabat pengadaan.

Di lapangan, pekerjaan landscape dikerjakan CV Kalukubula Sulteng, yang juga menangani proyek gedung Labkesmas senilai Rp397.800.000. Pekerjaan pagar dikerjakan CV Bambalemo Sulteng senilai Rp399.400.000. Sementara proyek parkiran belum diketahui siapa pelaksananya karena belum dikerjakan sama sekali.

Tiga Proyek Terancam Lambat, Kontrak Mulai 26 Agustus Durasi 120 Hari

Tiga paket tambahan itu kini terancam tak selesai tepat waktu. Kontrak dimulai 26 Agustus 2025 dengan masa pelaksanaan 120 hari kalender, sehingga pekerjaan harus rampung 23 Desember 2025.

Namun progres di lapangan jauh dari harapan. Dari tiga paket, hanya pagar yang menunjukkan aktivitas. Pekerjaan landscape baru mulai pembersihan pada 10 Desember 2025 hanya 13 hari sebelum kontrak berakhir. Kondisi lebih parah pada proyek parkir yang hingga kini belum tampak dimulai.

Situasi ini membuka potensi sanksi administrasi. Dalam aturan pengadaan, seluruh output wajib tuntas sebelum batas waktu kontrak. Jika tidak, kontraktor bisa dikenakan denda keterlambatan sesuai mekanisme pemerintah.

Diberitakan sebelumnya, dugaan penyimpangan pengadaan kembali mencuat di Parimo. Informasi yang dihimpun menyebut tiga paket pekerjaan dengan total sekitar Rp1,2 miliar diduga tak pernah dipublikasikan di LPSE maupun RUP, meski pekerjaan sudah berjalan.