LOCUSNEWS, PARIMO – Pengerjaan proyek rehabilitasi dua gendung rawat inap RSUD Raja Tombolotutu, Kecamatan Tinombo, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), diduga bermasalah atau dikerjakan asal-asalan.
Akibatnya, gedung dikerjakan CV Bintang Sejati dari dana alokasi khusus (DAK) tahun 2024 sebesar Rp 1.869.864.000 itu, hingga kini belum bisa digunakan.
Saat meninjau proyek tersebut, Ketua Komisi IV DPRD Parimo, Sutoyo, mengaku menemukan kondisi pekerjaan tidak sesuai perencanaan kelas rawat inap standar (KRIS).
Sebab, hampir semua item yang masuk dalam objek penganggaran rehab tersebut bermasalah atau diduga tidak sesuai perencanaan.
“Ini sangat tidak sesuai. Kita menemukan spetic tank yang masih tergenangi air, sehingga tidak bisa digunakan. Letak posisi AC berada dibelakang Tirai sehingga tidak bisa menjangkau ruangan,” kata Sutoyo, baru-baru ini.
“Begitupun letak kompartemen oksigen kami dapat hampir semua ruangan pemasangannya dilengketkan dekat jendela kaca. Ini berdasarkan pengamatan kami tidak memenuhi standar KRIS, ” beber Sutoyo.
Atas kondisi tersebut, Sutoyo meminta kepada pejabat pembuat komitmen (PPK) tidak melakukan provisional hand over (PHO) sampai pihak pelaksana melakukan perbaikan seluruh item pekerjaan yang bermasalah.
Bahkan, ia tegaskan PPK memberikan sanksi tegas blacklist terhadap CV Bintang Sejati bila tidak melakukan perbaikan.
“Perusahaan jangan hanya bekerja asal-asalan. Kalau pelaksana tetap bandel, sampai batas waktu ditentukan tetap tidak mau memperbaiki, kami minta di blacklist saja, ” tegas Sutoyo.
Terpisah, PPK Rehab dua gedung rawat inap, Wayan Mudana, mengaku telah memberlakukan denda kepada pihak rekanan akbibat tidak menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. Sesuai kontrak 16 Desember 2024.
“Kalau soal mutu pekerjaan saya juga telah mendapat laporan dari pihak RSUD dan DPRD Parimo,” ucap Mudana.
Wayan Mudama menjelaskan, telah dilakukan adendum kontrak dengan perpanjangan waktu 50 hari hingga Minggu pertama Ferbruari 2025. Namun, hingga batas waktu ditentuka pekerjaan belum rampung sehingga belum di serah terimakan.
“Kami kembali diberikan kesempatan terakhir berupa perpanjangan waktu kerja selama 40 hari.
Kata Wayan, pihak pelaksanaan baru dibayarkan 75 persen dari total anggaran. Ini hanya bisa dilunasi apabila pekerjaan dinyatakan selesai berdasarkan PHO.
“Ini masih ada waktu 40 hari untuk menyelesaikan. Jika batas akhir ini tetap tidak diselesaikan, maka sanksinya akan kita putus kontrak, dan rekanan hanya akan dibayarkan sesuai progres pekerjaan di lapangan. Kalau seperti itu berarti wanprestasi maka sanksi tegasnya bisa jadi blacklist perusahaannya, ” tegas Wayan.
Menurut Wayan, pihaknya akan melakukan pengecekan secara menyeluruh sebelum PHO, tidak hanya berkaitan spesifikasi tehnis, juga standar KRIS sebagaimana Juknis Permenkes.
“Saya belum bisa juga melakukan PHO. Saya cek dulu apakah sudah sesuai spesifikasi Juknis Kemenkes tentang standar (KRIS). Jadi say cek dulu, ” jelas Wayan.