Pemda Dorong Pertambangan Rakyat di Kayuboko, Benarkah Ini Keinginan Masyarakat?

Pemprov Sulteng dipimpin Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Fahrudin Yambas, didampingi Wakil Bupati, Abdul Sahid, tinju lokasi Peti di Desa Kayubko Kamis 12 Juni 2025. (Foto : Humas)

LOCUSNEWS, PARIMO – Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Kabupaten Parigi Moutong terkesan satu suara untuk melegalisasi pertambangan rakyat di Desa Kayuboko, Kecamatan Parigi Barat.

Pasalnya, di tengah-tengah kunjungan para pejabat daerah tersebut narasi pengelolaan pertambangan rakyat berulang-berulang disampaikan.

Diketahui Desa Kayuboko dua hari terakhir mendadak menjadi perhatian pejabat daerah. Setelah sehari sebelumnya dikujungi Wakil Bupati Parigi Moutong, Abdul Sahid. 

Kamis (12/6/2025) giliran rombongan Pemprov Sulawesi Tengah dipimpimpin Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Fahrudin Yambas, tinjau Desa Kayuboko.

Aksi tersebut diduga respon atas masifnya penolakan warga atas pertambangan emas tanpa izin (Peti) melibatkan warga negara asing (WNA) dan sejumlah cukong dari luar daerah menggunakan talang jumbo dan puluhan arat berat.

Fahrudin Yambas besama rombongan dan turut didampingi Wakil Bupati Parigi Moutong, Abdul Sahid melihat beberapa titik, antara lain daerah aliran sungai, pengecekan kondisi bendungan air dan saluran irigasi, serta kawasan camp lokasi penambangan emas. 

“Tujuan utama kami adalah memastikan bahwa kegiatan pertambangan rakyat berjalan tertib, aman, dan sesuai regulasi, sekaligus menjaga kelestarian lingkungan dan keselamatan masyarakat,” ujar Fahrudin Yambas.

Sementara Abdul Sahid menekankan izin pertambangan rakyat (IPR) yang dikelola melalui wadah koperasi dapat menjadi solusi di tengah polemik Peti. Sahid mengklaim pertbangan rakyat dapat mensejahterakan masyarakat lingkar tambang.

“Kami berharap skema koperasi dalam pengelolaan IPR ini bisa menjadi jalan tengah yang mempertemukan kebutuhan masyarakat dengan kepentingan regulasi. Dengan cara ini, masyarakat bisa sejahtera tanpa mengabaikan aspek lingkungan dan prinsip keberlanjutan,” ungkapnya.

Dilain sisi, Sahid mengungkapkan, selain isu tambang, pengawasan terhadap kawasan perairan laut dan pesisir juga menjadi perhatian penting

Menurutnya pengawasan perairan laut di Parigi Moutong merupakan bagian dari amanah yang dititipkan Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid, menjadi program 100 hari di pemerintahan Erwin Burase.

“Arah kebijakan kami jelas penambangan rakyat harus memberikan manfaat nyata bagi masyarakat dan tidak boleh mengorbankan sektor lain seperti pertanian, perkebunan, dan kelautan. Semua harus berjalan seimbang, tertata dengan pendekatan lingkungan dan keberlanjutan sumber daya alam,” tegas Abdul Sahid.

Pertanyaan kritisnya, tepatkah Desa Kayuboko dijadikan wilayah pertambangan di tengah kekhawatiran warga akan acaman bencana yang setiap saat mengintai?

Belum lagi keinginan masyarakat yang tetap mempertahankan perkebunan dan pertanian. Mengingat, di hilir yang bejarak sekitar kurang lebih 3 kilo meter dari areal tambang terdapat puluhan hektare sawah produktif dan ratusan nelayan yang mengantungkan hidupnya dari melaut.

Termasuk ancaman kerusakan ekosistem, seperti penggundulan hutan dan erosi tanah, yang dapat menurunkan produktivitas lahan pertanian dan mengganggu sumber daya air bagi irigasi sawah. 

Bagaimana dengan ancaman pencemaran air dan tanah, serta kerusakan ekosistem. pencemaran air akibat limbah tambang, termasuk merkuri dan bahan kimia berbahaya.

Lalu apakah pengelolaan tambang emas apapun bentuknya tidak mengurangi kualitas air dan membunuh biota air. 

Bagikan Berita :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *