Begini penjelasan Profesor Zainal Abidin Terkait Moderasi Beragama

FKUB Sulteng menggelar Silaturahmi dan Dialog bersama tokoh lintas agama, Organisasi dan Pemuda di Desa Sausu, Kabupaten Parimo. (Foto : FKUB Sulteng)

LOCUSNEWS, PARIMO – Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) menggelar Silaturahmi dan Dialog bersama tokoh lintas agama, Organisasi dan Pemuda di Desa Sausu, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Minggu (4/8/2024).

Ketua FKUB Provinsi Sulteng Profesor Zainal Abidin, kesempatan ini menejelaskan, bahwa sosilisasi yang gencar dilakukan lembaga yang dipimpinya ialah moderasi beragama, bukan moderasi agama. 

Ia tegaskan, moderasi beragama adalah moderasi dalam praktek kehidupan beragama, bukan moderasi pada doktrin ajaran agama itu sendiri yang bisa menggiring kepada relativisme agama.

“Melalui moderasi beragama, yang ingin dituju adalah kerukunan yang tidak perlu mengorbankan keyakinan dan kemurnian masing-masing agama,” terang Zainal.

Oleh karena itu, kata Guru Besar sekaligus Pakar Pemikiran Islam Modern itu, moderasi beragama berada pada tataran sosiologis dalam wilayah praktek keberagamaan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dan menjalin hubungan sosial dengan orang lain.  

“Artinya, pada tataran teologis, setiap orang berhak dan bahkan seharusnya meyakini kebenaran agamanya, tetapi pada saat yang sama (pada tataran sosiologis) memahami bahwa orang lain pun memiliki keyakinan terhadap ajaran agama mereka, karena keyakinan adalah wilayah yang sangat subjektif, wilayah hati,” urainya.

Sehingga moderasi beragama, lanjut Zainal, dalam implementasinya mengedepankan enam prinsip meliputi humanis, realistis, inklusif, adil, kerja sama, dan toleran.

Ia menambahkan, Indonesia adalah negara yang kaya keragaman, baik dari segi budaya, suku, bahasa, maupun agama dan kepercayaan, maka keragaman ini perlu dikelola guna meningkatkan kualitas toleransi.

Penduduk Sulteng, menurut Rais Suriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu, sangat heterogen dari segi etnis dan ras, provinsi ini didiami kurang lebih 19 kelompok etnis atau suku yang tersebar sejumlah daerah dan lima kelompok agama besar dunia.

Sehingga dibutuhkan peran tokoh masyarakat maupun agama termasuk imam masjid dan pegawai syara untuk membina umat dalam menjaga persatuan dan kesatuan untuk membangun negeri.

“Realitas keragaman dalam kehidupan sosial merupakan keniscayaan, keragaman yang ada berdampak pada perbedaan dalam kehidupan masyarakat,” pungkasnya.

Bagikan Berita :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *