Papan Nama Organisasi dan Kapital Simbolik

Aktivis Nahdlatul Ulama, Sahran Raden, S.Ag,. S.H,. M.H

MENARIK apa yang disampaikan Kyai Said Aqil Siraj Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Nahdlatul Ulama (NU) dalam ceramahnya saat pelantikan Pengurus Wilayah (PW) NU Sulawesi Tengah, di Swiss Bell Hotel Jumat, 29 Oktober 2021.

Dari banyak pembahasan, salah satu yang mengagumkan sekaligus memberi motivasi kelembagaan organisasi PW NU Sulawesi Tengah adalah ‘Gagasan Kapital Simbolik yang menjadi modal sosial organisasi’. Kapital Simbolik itu selajutnya dicontohkan oleh Kyai Said adalah ‘Gerakan Pemasangan Papan Nama Organisasi NU disemua struktur NU mulai dari PW NU, PC NU, MWC NU sampai level Ranting’.

Sederhananya, kapital Simbolik yang disampaikan oleh Kyai Said, adalah suatu kapital sosial organisasi dalam upaya mendakwahkan misi NU di masyarakat atas misi Islam yang moderat dengan tetap memelihara tradisi.

NU yang memiliki jamaah 49 % dari warga Indonesia belum menjadi kekuatan kapital sosial untuk menyiarkan Islam yang lebih moderat.

Lalu pertanyaannya, bagaimana pengaruh Papan nama organisasi sebagai kapital Simbolik dalam mendakwahkan Islam yang lebih moderat sebagaimana misi NU ?

Teori Kapital Simbolik

Adalah Bourdieu, menyatakan bahwa habitus secara erat berhubungan dengan modal (kapital), karena sebagian habitus tersebut berperan sebagai pengganda berbagai jenis modal yakni modal ekonomi, modal sosial, modal budaya dan modal simbolik. Dan pada kenyataannya, ia menciptakan modal simbolik.

Modal dipandang Bourdieu sebagai basis dominasi dan legitimit. Modal simbolik merupakan modal yang dapat ditukar dan membawa posisi yang dapat memunculkan kekuasaan, yakni kekuasaan untuk merepresentasikan dunia sosial yang legitimit atau kekuasaan simbolik.

Fauzi Fashri juga mencatat, mereka yang menguasai keempat modal tersebut dalam jumlah yang besar akan memperoleh kekuasaan yang besar pula. Dengan demikian, modal harus ada dalam sebuah ranah (arena) agar ranah memiliki daya-daya yang memberikan arti.

Karakteristik modal dihubungkan dengan skema habitus sebagai pedoman tindakan dan klasifikasi dan ranah (arena) selaku tempat beroperasinya modal.

Bourdieu juga meyakini bahwa kekuasaan bersifat tidak sederhana, dan sistemik atau bukan merupakan perkara personal, sebagaimana ditulis Craig Calhoun.

Kuasa simbolik Bourdieu hadir dalam arena dari relasi dialektiknya dengan habitus dan modal (kapital), terutama kapital simbolik.

Seseorang yang menguasai kapital dengan habitus yang memadai akan menguasai arena dan memenangkan pertarungan sosial karena di dalam arena selalu terjadi pertarungan sosial.

Bagaimana habitus membentuk kapital dalam arena, juga kuasa. Dan bagaimana kuasa simbolik berlangsung dalam praktik sosial.

Kapital Simbolik selajutnya mengelaborasi praktik sosial, modal simbolik dan kekuasaan simbolik, seperti. praktik sosial
dimana kuasa simbolik bekerja pada suatu arena pertarungan di masyarakat.

Dalam banyak teori sosial, relasi sosial selalu terjadi pertarungan sosial antara kelompok kelompok sosial masyarakat.

Kapital Simbolik tentu saja memiliki peran serta dalam arena pertarungan sosial tersebut.

Dalam bidang politik, kapital Simbolik memiliki arena relasi kuasa dalam simbol organisasi yang bermain dalam ranah pemikiran dan persepsi masyarakat.

Kekuasaan simbolik yang beroperasi di arena yang melibatkan Partai Politik (Parpol), pemerintah dan masyarakat akan arena pertarungan dan dapat membawa misi utama organisasi.

Lalu pertanyaan kemudian, bagaimana papan nama organisasi menjadi kapital Simbolik dalam misi ke NU-an ?

Salah satu kekuatan organisasi itu jika simbol simbol-nya terus menjadi patron dalam gerakan dakwahnya. Gerakan papan nama organisasi yang dimulai dari PW NU, PC NU sampai ke Ranting menghentakan rasa dan gerakan kita untuk memperkenalkan NU yang lebih moderat ke akar rumput warga jamaahnya.

Papan nama yang bertengger di sekeretariat NU dalam semua hirarkinya akan memperkuat ketersambungan rasa secara idiologis antara Jam’iyah NU yang mengurus organisasi dan Jamaah NU yang mempraktekan misi Islam Ahlusunnah waljamaah.

Disinilah letak keterkaitan antara kapital Simbolik dengan misi dakwah Islam yang moderat, Islam yang rahmatan Lil alamin dan Islam Nusantara akan kelihatan dimana terpampampang simbol NU, akan memberi pesan disana ada penjaga misi Moderasi Beragama.

Wallahu a’lam bishawab

Penulis : Sahran Raden / Aktivis NU

Bagikan Berita :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *