LOCUSNEWS, PARIMO – Aksi protes terhadap maraknya aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Kabupaten Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), mulai menyeruak.
Tak hanya lewat lakukan protes dengan bersuara lantang di media online, namun juga melalui aksi unjuk rasa, seperti dilakukan forum kades bantaran Sungai Taopa.
Kini, giliran warga kecamatan Bolano Lambunu, yang berencana menggelar aksi demonstrasi mendesak aparat penegak hukum (APH) menutup aktivitas PETI di desa Tirta Nagaya.
Ujuk rusa tersebut, dilakukan buntut kekecewaan masyarakat yang terkena dampak buruk imbas kegiatan tambang ilegal yang sejak lama beroperasi di empat titik wilayah pengunungan Tirta Nagaya.
” Kami berencana menggelar aksi mendesak APH menutup tambang ilegal di Tirta Nagaya. Tambang ini sudah beroperasi cukup lama menggunakan banyak alat excavator. Kami sudah lama mengeluh dampak buruknya yang ditimbulkan, tetapi keluhan itu terkesan diabaikan. Banyak dampak buruk yang kami rasakan salah satunya pencemaran air sungai, ” beber Halik salah satu warga desa Kota Nagaya.
“Padahal, sungai ini dimanfaatkan oleh masyarakat di beberapa desa, termasuk kami di Kota Nagaya baik untuk keperluan keseharian ataupun sebagai sumber pengairan lahan persawahan, ” tambahnya.
Menurut Halik, keresahan masyarakat imbas pertambangan tak berizin di hulu sungai Tirta Nagaya sudah cukup lama, khususnyan para petani pemilik sawah dibeberapa desa yang menggunkan sungai itu sebagai sumber pengairan lahannya. Hanya saja, kata Halik, masyarakat merasa takut memprotes secara terbuka.
Keberanian warga ini justru muncul pasca aksi damai tolak tambang ilegal di kecamatan Taopa. Mereka tergugah karena merasakan nasib yang sama.
“Masyarakat mulai berani ( demo) setelah melihat persatuan warga Taopa yang berunjuk rasa menolak tambang ilegal. Jadi mereka (warga terdampak PETI) menginginkan agar segera dikonsolidasikan untuk aksi serupa,” ungkap Halik.
Diketahui, PETI di pegunungan Tirta Nagaya yang sudah beraktivitas bertahun-tahun telah memicu dampak kerusakan alam yang berimbas pada kualitas buruk air sungai akibat pengerukan menggunakan sejumlah alat berat excavator.
Air sungai yang melintasi beberapa desa di kecamatan Bolano Lambunu tersebut kerap dimanfaatkan oleh warga untuk keperluan sehari-hari. Bahkan, pengairan irigasi ke ribuan hektare sawah di dua kecamatan (bolano dan bolano lambunu) bersumber dari air sungai yang kini sudah tercemar.