Jabatan Ketua Umum PB Alkhairaat Masih Sah, Berikut Penjelasan Ketua Dewan Pakar

Ketua Dewan Pakar PB Alkhairaat, Prof Dr Zainal Abidin. (Foto : IST)

LOCUSNEWS, PALU – Ketua Dewan Pakar PB Alkhairaat, Prof Dr Zainal Abidin, menanggapi pernyataan salah seorang mengatasnamakan tokoh pemuda Alkhairaat yang mempertanyakan keabsahan Habib Ali bin Muhammad Aljufri sebagai Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Alkhairaat.

Masa jabatan Habib Ali dinilai sudah berakhir dan tidak bisa lagi melakukan kegiatan apapun yang mengatasnamakan dirinya sebagai ketua umum PB Alkhairaat.

Prof Dr Zainal Abidin, mengakui, masa kepengurusan PB Alkhairaat memang telah berakhir dan seharusnya sudah dilakukan pergantian melalui muktamar.

Sehingga, kata dia, pihaknya juga sudah mengangendakan muktamar yang sedianya telah dilaksanakan pada Tahun 2020 lalu.
Namun, kata dia, karena pada tahun 2020 sedang terjadi kasus pandemi Covid-19 yang tidak memungkinkan orang untuk berkumpul, maka atas perintah Ketua Utama Alkhairaat, Habib Saggaf bin Muhammad Aljufri, kala itu, muktamar ditiadakan.

“Ketua Utama Alkhairaat yang memiliki hak prerogatif mengatakan bahwa muktamar tidak jadi dilakukan sehingga pengurus yang ada ini dilanjutkan saja,” kata Prof Zainal.

Ketua Steering Committee (SC) Muktamar Besar XI Alkhairaat itu menambahkan, keputusan ketua utama itu sah berdasarkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PB Alkhairaat, di mana yang bersangkutan memiliki hak prerogatif untuk memutuskan segala sesuatu, termasuk penunjukan ketua umum untuk melanjutkan masa jabatannya.

“Dalam AD/ART, status ketua utama itu lebih tinggi dari Muktamar. Bahkan kita diminta oleh ketua utama, kebetulan saya ketua steering waktu itu untuk menyusun AD/ART yang membolehkan ketua utama mengangkat ketua umum dan meminta beberapa orang untuk membantu ketua umum menyusun komposisi dan personalia PB Alkhairaat,” tuturnya.

Artinya, kata dia, pengurus yang ada sekarang ini adalah hasil keputusan dari ketua utama Alkhairaat yang menurut AD/ART adalah sah.

Terkait alasan penundaan muktamar, menurutnya juga bukan karena kesengajaan, melainkan karena beberapa hal seperti pandemi Covid-19. Buktinya, kata dia, beberapa muktamar juga tertunda, seperti PBNU yang seharusnya berakhir 2019 namun baru terlaksana akhir 2021.

Ia menambahkan, muktamar kali ini kembali dilaksanakan, juga karena berdasarkan petunjuk dari ketua utama.

“Ketika nantinya situasi sudah baik dan kondusif serta pemerintah sudah mengizinkan, maka muktamar kita akan laksanakan. Inilah yang kemudian oleh pengurus PB yang ada sekarang, melaksanakan muktamar dengan kepanitiaan yang sudah terbentuk dua tahun lalu,” tuturnya.

Bagikan Berita :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *